Harijadi Sumodidjojo (1919 - 1997)




Harijadi Sumodidjojo (25 Juli 1919 - 3 Juni, 1997) adalah seorang seniman realis Indonesia yang hidup di era revolusi. Dia membawa demokrasi undestranding melalui karya-karyanya yang menggambarkan bentuk fisik orang dan pikiran sehingga itu nyata dinikmati oleh masyarakat. Beberapa karya seninya adalah lukisan Awan berarak Jalan Bersimpang Dan Biografi II di Malioboro (Biografi II di Malioboro), Anak Tetangga Kita (Kid Tetangga kami itu), relief batu berjudul Pesta Pura di Bali (Pura Partai di Bali), dan mural dilukis di dinding Museum Sejarah Jakarta 200 m² mural yang belum selesai mendeskripsikan kehidupan Batavia selama 1880 sampai 1920. Mural ini dimakamkan di ruang etnografi dari tahun 1974 sampai 2010 ketika beberapa sejarawan Inggris dan Indonesia menemukan secara tak terduga.

Harijadi adalah salah satu pelukis yang sering diundang oleh Soekarno untuk membahas tentang lukisan. Nya yakini ideologi nasional Soekarno telah membatasi dia untuk bekerja di Orde Baru Indonesia (1968-1998). Pada saat itu, setiap konsep yang berhubungan dengan Soekarno telah menjadi ketakutan. Sampai akhir hidupnya, dia tetap memegang prinsip untuk menggunakan karya seni bagi masyarakat dan menolak untuk melayani penguasa.

Biografi

Harijadi Sumodidjojo lahir pada 25 Juli 1919 di Ketawang, Kutoardjo, Jawa Tengah. Beberapa sumber menyatakan bahwa ia lahir pada 1921 sehingga ia bisa menjadi bagian dari Soldier Sekolah. Ayahnya adalah Samadi, seorang guru pembantu kepala sekolah dan masyarakat sekolah Ongko Loro di Ketawangrejo. Samadi terkenal sebagai sastra dan karawitan kekasih. Sedangkan, ibunya adalah Ngadikem binti Mansur, putri pemilik tembakau di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Karier

Sebelum menjadi seorang seniman otodidak, Harijadi pernah belajar bisnis. Lukisannya bekerja dimulai ketika ia bekerja sebagai pembuat film poster. Pada 1940-1941, ia bekerja sebagai seniman komersial untuk sebuah perusahaan di Jakarta. Ia dikenal sebagai salah satu artis yang dihasilkan oleh Young Artist Indonesia (Seniman Indonesia Muda - SIM), di bawah Sindoesoedarsono Soedjojono sebagai pemimpin. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Harijadi juga bekerja sebagai guru di sekolah wanita.

Selama Perang Dunia II, Harijadi bergabung Aliansi Angkatan Darat sebagai ahli meteorologi dan juga berpartisipasi di Malaya dan perang Sumatera. Pada tahun 1949, ia bergabung Brigadir 17 dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk pertempuran di Yogyakarta selama revolusi berlangsung. Pertama kali dia masuk tentara, ia berada di pangkat letnan II dan segera dipromosikan sebagai Komandan Detasemen Insinyur Brigade 17 untuk wilayah Kedu Selatan.

Pada tahun 1965, Soekarno mengirim Harijadi dan Puranto Yapung sebagai artis, juga Drs Soemardjo dan Drs Buchori sebagai sejarawan untuk belajar tentang museum di Meksiko. Mereka belajar bagaimana membuat diorama dari Mario Vasces, seorang ahli dalam bidang antropologi dan museum yang dipercaya oleh pemerintah Meksiko. Tujuan perjalanan ini adalah untuk mengisi Museum Nasional yang dibangun dengan diorama sejarah Indonesia. Karena keluar dari Gerakan 30 September pada tahun 1965, hanya 5 dari 30 adegan dalam diorama itu dilakukan. Di Meksiko, Harijado juga bertemu Jose David Alvaro Siquiros, seorang seniman mural dan pelukis realis. Dia juga menjadi anggota Organisacion International de Muralistos del Mundo di Amerika Selatan.

Hobi

Selain lukisan, Harijadi memiliki minat pada otomotif dan balap. Dia berpartisipasi di Yogyakarta Motor Sport Association. Pada 1956, ia menjadi pemenang kedua Permi TT (Time Trial) Races kelas 350 cc di Surabaya dengan nya BSA Emas jenis bintang. Sampai, tahun 1970-an, ia masih aktif di Ikatan Motor Indonesia dan bekerja sebagai checker keaslian mesin setiap kali balap motor diselenggarakan di sirkuit Ancol. Lain hobi Harijadi menyanyi dan menulis puisi. Pada tahun 1959, ia bertindak di Hartati teater yang disutradarai oleh Subagio Sastrowardoyo. Dia juga bermain sebagai aktor dalam Badai Selatan (1960) dan Nyoman Cinta Merah Putih (1989) film.